Materi kedua dibawakan oleh
narasumber Bapak Goris Mustaqim dari Garut. Dimana beliau sudah membuka yayasan
yang dinamakan ASGAR. Yayasan ini bisa dikatakan sebagai sebuah Social
Enterprise, kenapa? Karena yayasan tersebut menjalankan bisnis namun profitnya
digunakan tidak hanya untuk kebutuhan personal namun juga untuk masyarakat
sekitar, selain itu, dalam bisnisnya, Pak Goris juga memberdayakan masyarakat
agar turut berpartisipasi, sehingga yang terjadi adalah hubungan kerjasama yang
mengembangkan kemampuan yang dimiliki masyarakat kurang mampu dan meningkatkan
taraf hidup masyarakat itu sendiri.
Seperti yang dikatakan Arthur C.
Brooks dalam papernya yang berjudul Social Entrepreneurship a Modern Approach
to Social Value Creation, bahwa yang namanya Social Entrepreneurship itu kurang
lebih dinyatakan sebagai berikut :
“Social
entrepreneurship addresses social problems or needs that are unmet by private
markets or governments”
“Social
entrepreneurship is motivated primarily by social benefit”
“Social
entrepreneurship generally works with – not against – market forces”
Pada dasarnya, terbentuknya
Social Entrepreneurship didasarkan pada adanya dua divisi bisnis yang bergerak
dengan cara yang berbeda. Pertama adalah bisnis dengan profit bagi pribadi,
yang dibangun dari para shareholder,
dan penjualannya sangat bergantung pada market. Kemudian ada yang namanya kerja
social seperti yang biasa dikenal dengan charity,
donasi, subsidi dimana aktifitas ini hanya dilaksanakan satu kali dan tidak
berkelanjutan. Menengahi keduanya, dicarilah jalur baru dimana bisnis dilakukan
dengan menjual barang untuk mendapatkan profit yang kemudian profit tersebut
digunakan untuk sosial.
Menurut ASHOKA, sebagai web yang
menyediakan fasilitas sebagai social entrepreneur, dikatakan bahwa :
“social entrepreneurs act as the change agents for society, seizing
opportunities others miss and improving systems, inventing new approaches, and creating
solutions to change society for the better.”
Menjadi seorang entrepreneur itu
terlihat menyenangkan, bisa membuat usaha sendiri, berpenghasilan cukup dan
bisa membantu sesama juga. Caranya emang ga gampang, harus turun langsung ke
lapangan, mendatangi setiap kelompok masyarakat, memberikan penyuluhan,
menentukan bagi hasil, membuat rencana kerja yang matang, dll. Namun setelah
saya lihat dari presentasi tadi, nampaknya semua usaha itu berbuah manis. Ia
memenangkan banyak kompetisi, diakui masyarakat, networkingnya banyak, bahkan
sampai pernah berjabat tangan dengan presiden Barrack Obama. Keren kan?!
Fokus yang dijalani Pak Goris
adalah pada segi pendidikan, inkubator kewirausahaan dan pemberdayaan
masyarakat microfinance. Menurut Pak
Goris, Indonesia akan mengalami fase Demographic
advantage pada tahun 2020 keatas sehingga dibutuhkan pemuda-pemudi yang
bergerak untuk menjadi entrepreneur
atau bekerja dalam departemen dimana yang terpenting adalah generasi tersebut
harus membangun Negara Indonesia ke kancah dunia sesuai dengan karakteristik
bangsa Indonesia sendiri.
Salah satu profil Social Entrepreneurship yang cukup besar adalah Schwab Foundation yang dimana dalam bukunya dijelaskan Negara-negara mana saja yang sudah berhasil mereka Bantu, diantaranya Afrika, dengan dasar kurangnya teknologi yang ada untuk mendeteksi adanya landmines, serta kurangnya diagnosa yang dapat diandalakan dalam pendeteksian Tuberculosis, selain itu juga salah satu anggotanya membantu dalam gerakan wanita-wanita disana agar mendapatkan penghasilan yang dapat menopang anggota keluarganya.
No comments:
Post a Comment