Thursday, June 27, 2013

Terdepan Namun Terlupakan


Selain film mengenai korupsi, hari ini kami diperlihatkan sebuah film karya Rudi Sudjarwo yang diperankan oleh Marcella Zalianti, Piet Pagau, dan Arifin Putra, mengenai kehidupan rakyat Indonesia yang tinggal di area perbatasan Indonesia dan Malaysia, di Pulau Kalimantan.

Ide film ini diambil berdasarkan pengalaman yang dialami sang artis, Marcella Zalianti saat menjadi pembicara di Kalimantan Barat mengenai kehidupan wanita di perbatasan. Ia akhirnya mencoba untuk menjelajahi lebih lanjut mengenai keadaan lain yang terjadi disana dan menemukan fakta-fakta yang kejam dari kehidupan masyarakat suku tersebut. Mereka merupakan wilayah terdepan dari perbatasan, apa yang terjadi terhadap Negara kita nantinya, mereka dulu lah yang merasakan. Namun kurangnya perhatian pemerintah maupun masyarakat kota terhadap orang-orang pedalaman membuat kawasan mereka menjadi kawasan yang rendah dalam segi pendidikan, sosial, dan ekonomi. Padahal budaya yang mereka miliki sangatlah kaya dan memiliki karakteristik yang sangat kuat.

Pada dasarnya film ini dibuat untuk menyadarkan masyarakat kota mengenai kehidupas asli dan keseharian yang ada pada suku-suku di Kalimantan. Mereka merupakan populasi dengan tingkat kecerdasan yang tinggi namun sangat sedikit diberikan pendidikan yang layak. Sulitnya mereka mendapat pendidikan menjadikan mereka beralih profesi dari yang seharusnya menjadi siswa pada umurnya, akhirnya menjadi petani, pemburu, dan pekerjaan kasar lainnya. Hidup mereka disana sudah susah, transportasi harus menggunakan sampan atau kapal kecil, waktu tempuh antar desa bisa berjam-jam, akses ke kota sangat susah, dll. Jika kita tidak membantu dan meningkatkan taraf hidup mereka ke depannya, wilayah Kalimantan barat nantinya akan menjadi seperti daerah Sipadan-Ligitan. Mereka akan diakui oleh Negara tetangga dan kita akan kehilangan salah satu karakter, budaya, seni, SDM terbaik bangsa ini.

Setelah film ini ditayangkan, kami berkesempatan bertemu dengan dua pemain utamanya yaitu Marcella Zalianti dan Piet Pagau. Keduanya menurut saya merupakan orang-orang yang extraordinary. Mereka cerdas, memiliki rasa nasionalis yang tinggi, mau berkreasi untuk anak bangsa, memiliki karakter dan menjaga budaya mereka sendiri, bahkan Bapak Piet Pagau masih bisa berbicara bahasa Dayak dengan lafal yang sangat baik dan beliau mengatakan bahwa tidak ada satu kata pun dari bahasa ibunya tersebut yang ia lupa. Beliau bahkan sempat memberikan atraksi tersendiri dengan menari tarian Dayak di depan kita semua, luar biasa!

Saya pribadi jujur saja tidak paham mengenai konflik dan intrik yang terjadi pada suku-suku pedalaman Kalimantan yang katanya ada sekitar 400 suku. Namun setelah melihat film tersebut, saya paham kenapa Kalimantan dan saya yakin, pulau-pulau Indonesia lain yang memiliki budaya dan adat yang beragam harus dipertahankan dan dirawat. Saya merasa minder tidak memahami sepenuhnya bahasa ibu atau ayah saya, namun saya akan mencoba untuk memahami dan mungkin menyebarkan sedikit demi sedikit ke dunia mengenai betapa kaya dan beradatnya Indonesia kita ini.

Menurut salah satu artikel yang ditulis oleh Rista Rama Dhany yang berjudul Sudah Setahun Masyarakat Perbatasan Kalimantan Sulit Mendapat Gula, ditulis bahwa "dari tahun ke tahun kasus impor gula konsumsi dan pangan lainnya di perbatasan, khususnya di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur itu masih menimbulkan konflik dan tidak ditangani dengan baik oleh kementrian terkait”.

Artikel lain yang dimuat di Kompas adalah “
Masyarakat Indonesia yang tinggal di wilayah perbatasan antara Kalimantan Barat dan Sarawak, Malaysia, lebih menyukai melakukan kegiatan jual-beli dan barter ke wilayah Malaysia karena mudah dijangkau dengan berjalan kaki. Hal ini disampaikan oleh Dewan Adat Dayak Kecamatan Sekayam, Yordanus Pinjamin”

Kedua artikel ini persis seperti yang dijabarkan pada film Batas.

No comments:

Post a Comment